Sabtu, 26 Oktober 2013

KARTINI DAN KENANGAN BERSAMA PRAMUDYA ANANTA TOER


"KARTINI DAN KENANGAN BERSAMA PRAMUDYA ANANTA TOER"

 
Saya lebih mengenal RA Kartini dari buku karya sastra Pramudya Ananta Toer “Panggil Aku Kartini Saja” . Saya mempunyai kenangan bersama Pak Pram yang saya tulis “Kartini dan kenangan bersama Pramudya Ananta Toer”. Berikut ini sebagian cuplikannya :

KENANGAN LAMA.
Pada awal tahun 2000an, manakala aku membaca tentang Kartini di sebuah majalah dari Pemda Pati, kenangan saya menjadi nglangut. Aku juga teringat buku yang pernah aku baca di tahun 1967an, yang aku pinjam dari sebuah perpustakaan di Benoyo Salatiga.
Sebuah karya sastrawan besar yang dinominasikan untuk mendapat hadiah Nobel : Pramudya Ananta Toer yang berjudul “Panggil Aku Kartini Saja”. Sebuah buku yang memuat surat-surat Kartini dengan sahabat penanya Stella (Estelle Zeehandelaar), Nyonya Abendanon di Negeri Belanda dan masih banyak lagi. Dengan gaya sastra Pramudya A.T. ,diedit dan diulas dengan ketajaman cara berfikir Pram yang menurutku tidak dimiliki oleh pengarang lainnya dalam mengangkat Kartini, menjadi karya sastra yang indah dan menarik. Judul “Panggil Aku Kartini Saja” diambil dari kalimat diantara surat-surat Kartini sendiri.
Sekitar sepuluhan tahun kemudian, sejak aku ”tinggal” di Salatiga saya sempat bertemu dengan Pak Pram dan membicarakan buku beliau “Panggil Aku Kartini Saja”. Mengenang penulisan buku itu wajah pak Pram mendadak muram. Pandangannya menerobos jendela disamping jauh kearah kolam ikan diluar sana. Dengan once masih menggelayut dibibir yang baru saja dijejali “tembakau hijau” (tembakau rajangan yang belum kering benar dan masih berwarna kehijauan dengan bau yang jauh dari sedap), pak Pram mulai mengenang masa lalu :
-- Itulah Mbang . . . – diambil once dari bibirnya. Pandangan pak Pram masih terpaut diluar sana.
-- Saya kumpulkan data dan informasi tentang Kartini. Saya melakukan perjalanan jauh ke Jepara, Jawa Tengah. Ke Mayong dengan naik bendi.Dekat rumahmu kan? – pak Pram bertanya ringan tanpa menoleh dan tanpa ekspresi. Dan akupun mengangguk walau aku tahu pak Pram tidak melihatku.
-- Di Mayong saya mendapat banyak data dan informasi, juga foto Kartini ketika masih kecil yang saya ambil tergantung di soko guru rumah keluarganya – Pak Pram mengambil nafas dalam-dalam mengenang masa silam, seakan lepas dari himpitan yang menyesakkan dada. Tiba-tiba dengan hanya dipisahkan mesin ketik butut diatas meja yang terbuat dari sebetan kayu mranti, pak Pram memandang tajam kearah saya, bertanya :
-- Sekarang dimana semua data dan dokumen penting tentang Kartini itu, Mbang? – Saya tahu pertnyaan itu tidak bisa saya jawab. Dan saya tidak menjawab karena hanya pak Pram yang tahu jawabnya. Suasana hening, tenggorakanku serasa kering. Sorot mata pak Pram melumat habis sorot mataku yang beradu pandang, seakan sayalah yang akan dijadikan korban amuk hatinya. Dengan bibir tanpa once yang mengkerut dikeraskan dan badan dicondongkan kedepan, pertanyaannya diulang dengan lebih serious :
-- Dimana ?? – Seakan pak Pram menginterogasi saya. Tergetar hatiku dan aku tetap masih saja diam. Suasana hening masih saja menyelimuti ruangan 2x3 M yang terbuat dari papan mranti, di Kompleks Markas Komando Inrehab P. Buru itu. Hening. Berbeda dengan gemuruh didada saya merasakan sesuatu lewat sorot mata dan ekspresi wajah pak Pram, seakan ada sesuatu yang akan meledak dari dalam dada beliau.
-- Semua sudah musnah! -- Terhenti sebentar dengan bibir bergetar dan mata tajam masih melumat mataku. Aku menunggu dengan perasaan tidak menentu karena tidak tahu arah yang mau disampaikan.
-- Semua sudah hancur porak poranda bersama rumahku. Semua sudah dihancurkan penguasa Orde Baru . . . . ! – Meledak sudah apa yang selama tadi mengeram didada pak Pram. Dengan wajah masih kelihatan angker, pak Pram melanjutkan letupan-letupan hatinya seakan menyesalkan perbuatan mereka dengan berkata :
-- Mengapa tidak rumah saya saja yang dirusak? Mengapa dokumen-dokumen itu ikut dimusnahkan? Semua itu dokumen bersejarah! Dokumen tentang Kartini, sejarah bangsanya sendiri . . . . ? – Saya ikut terhenyak merasakan penyesalan mendalam yang sempat membebani batin pak Pram berkaitan dengan penulisan bukunya “Panggil Aku Kartini Saja”.
Perasaan saya nglangut.
 Di luar sana, didalam barak diluar kamar pak Pram, kawan-kawan bersendau gurau sehabis mandi ditepian sungai Wai Apo, usai bekerja sepanjang hari. Mereka tinggal satu barak dengan pak Pram. Hanya pak Pram dibuatkan kamar tersendiri dengan “difasilitasi” mesin ketik butut. Aku sendiri mampir ke pak Pram dari corve ke Mako. Dari sinilah lahir karya-karya sastra Pramudya A.T. yang besar dan terkenal itu. Sejak Naskah drama Mangir Wonoboyo, Arus Balik, Tetralogi Bumi Manusia, Rumah Kaca dan masih banyak lagi.

Teriring salam buat keluarga, semoga arwah Pak Pram diterima disisi Tuhan sesuai dengan amal baktinya sebagai aktifis PEJUANG HAM.

Tulisan ini saya persembahkan kembali kala mengenang Hari Lahir Kartini 21 April 2013. Semoga mampu menggugah ingatan kita tentang Kartini.

IBU KITA KARTINI – (W.R. SUPRATMAN)
Ibu kita Kartini
Putri sejati
Putri Indonesia
Harum namanya
*courtesy of LirikLaguIndonesia.Net
Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendekar kaumnya
Untuk merdeka

Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia

Ibu kita Kartini
Putri jauhari
Putri yang berjasa
Se Indonesia

Ibu kita Kartini
Putri yang suci
Putri yang merdeka
Cita-citanya

Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia

Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendeka kaum ibu
Se-Indonesia

Ibu kita Kartini
Penyuluh budi
Penyuluh bangsanya
Karena cintanya

Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia

            Saya bacakan kembali pada peringatan Hari Lahir Pramudya AT di Blora pertengahan Pebruari 2013, sekali gus bedah buku ”Pram dari dalam” karya Susilo Toer – adik pak Pram.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar